Agar Suamimu Menjadi Jalan Surga Bagimu

Agar Suamimu Menjadi Jalan Surga Bagimu

Oleh : Cahyadi Takariawan

 

 

Ada sangat banyak jalan menuju surga, salah satunya ada di rumahmu, di dekatmu. Pun ada sangat banyak jalan menuju neraka, salah satunya ada di rumahmu, di dekatmu. Itulah suamimu, pasangan hidup halalmu. Bagaimana kondisi suamimu, dan bagaimana kamu bersikap terhadap suamimu, akan sangat menentukan akhir kesudahanmu. Surga atau neraka.

Al-Hushain bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi Saw  karena satu keperluan. Selesai dari keperluan tersebut, Rasulullah Saw bertanya kepadanya:

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟

“Apakah engkau sudah bersuami?”

قَالَتْ: نَعَمْ.

Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.”

قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟

“Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah Saw.

قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ.

Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.”

قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

Rasulullah Saw bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” HR. Ahmad, 4:341 dan selainnya. Hadits ini dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 1933.

Nabi Saw berpesan agar para istri memperhatikan bagaimana pergaulan dengan suami. Jika kondisi suami kamu baik, lalu kamu bergaul dengan suami secara baik sesuai tuntunan syari’ah, maka insyaallah bagimu surga. Namun jika kamu bergaul dengan suami secara menyalahi tuntunan syari’ah, bisa menghantarkanmu ke neraka, na’udzu billahi min dzalik.

Hadits di atas memiliki dua implikasi dalam pelaksanaannya, yaitu sebelum menikah dan setelah menikah.

Pertama, Sebelum Menikah

Agar suami kamu menjadi jalan menuju surga, maka pastikan laki-laki yang menikahi kamu adalah laki-laki salih. Jangan terima pinangan siapapun yang datang kepada kamu, kecuali setelah kamu yakin bahwa dia adalah lelaki salih. Jangan mau melakukan akad nikah, kecuali setelah kamu yakin bahwa dia benar-benar lelaki salih, lelaki yang akan membawamu ke surga dunia dan surga akhirat.

Jika suami kamu salih, ia tak akan menyakiti kamu walau bisa jadi belum bisa sepenuhnya mencintaimu. Jika suami kamu salih, ia tak akan mentelantarkan, tak akan menyia-nyiakanmu, walau terkadang muncul rasa benci kepadamu di hatinya. Lelaki salih akan selalu memuliakanmu, karena ia mengetahui betapa besar pemuliaan Islam terhadap kaum perempuan. Lelaki salih akan selalu menghargai dan mengormatimu, karena ia mengetahui betapa besar penghargaan dan penghormatanIslam terhadap kaum perempuan.

Lelaki salih tak akan pernah menyakitimu. Ia akan selalu berlaku lembut kepadamu, tak mampu mengkasarimu. Karena lelaki salih paham betul perintah Nabi Saw kepada kaum lelaki, “Urfuq bil qawarir, bersikap lembutlah kepada kaca-kaca”. Hadits Riwayat Imam Bukhari V/2294 no 5856, Imam Muslim IV/1811 no 2323, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra VI/135 no 10326.

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, “Al-Qawarir adalah bentuk jamak dari kata tunggal qarurah yang artinya kaca…. Perempuan disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridha menjadi tidak ridha, dan tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran) sebagaimana dengan kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan”.

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan, mengapa perempuan disebut sebagai qawarir. “Sebuah kata yang engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang engkau ucapkan bisa menjadikannya dekat hingga tepat di sisimu”. Lihat : Asy-Syarhul Mumti’ XII/385.

Lelaki salih akan selalu berusaha menyenangkan hatimu, sebab ia menghayati betul sabda Nabi Saw, “Perkataan yang baik adalah sedekah”. (HR Al-Bukhari III/1090 no 2827, Muslim II/699 no 1009). Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa perbuatan atau perkataan yang asalnya mubah namun jika diniatkan untuk menyenangkan hati orang lain maka akan bernilai ibadah.

Lelaki salih mengerti betul bahwa membuat istri gembira dan tertawa ria merupakan hal yang disunnahkan dan dituntut dalam syari’at. Nabi Saw berpesan kepada Jabir Ra tatkala ia baru menikah, “Mengapa engkau tidak menikahi yang  masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling mencumbu), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa” (HR Al-Bukhari 5/2053, Muslim 2/1087, Abu Dawud 2/220).

Menikah dengan lelaki salih membuatmu selalu bahagia bersamanya. Tak ada perilaku membahayakan yang akan dilakukannya kepadamu dan kepada anak-anakmu. Pun kepada orang lain. Maka ia tak akan memerintah sesuatu kepadamu, kecuali perintahnya itu menyenangkanmu. Tak ada instruksi darinya, kecuali hal-hal yang ringan dan membahagiakan hidupmu.

Kedua, Setelah Menikah

Sangat berbeda kondisinya apabila kamu sudah ‘terlanjur’ menikah. Jika sebelum menikah kamu bebas menentukan pilihan, maka setelah menikah kebebasanmu sudah terkurangi. Karena sekarang kamu sudah menjadi istri yang wajib mentaati suami. Kamu sudah menjadi istri yang harus pandai menyenangkan suami apabila ia memandangmu. Kamu sudah menjadi istri yang harus mampu menjaga kehormatan diri, juga menjaga kehormatan serta kekayaan suami.

Maka, agar suami kamu menjadi jalan bagimu untuk mendapatkan surga, kamu harus berinteraksi dengan cara yang sesuai tuntunan agama. Rasulullah Saw telah bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” HR. Ahmad, 1:191 dan Ibnu Hibban, 9:471. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih.

Istri salihah selalu menjaga shalat lima waktu, tak pernah melalaikannya. Istri salihah selalu berpuasa penuh di bulan Ramadhan, tak pernah meninggalkannya. Istri salihah selalu menjaga kehormatan dirinya dari perbuatan zina atau perbuatan lain yang mendekatkan kepada zina. Istri salihah selalu mentaati suami, tak pernah mengabaikannya. Dengan sifat-sifat ini, kelak kamu akan mendapatkan fasilitas super istimewa dari Allah Ta’ala, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” Subhanallah.

Dari hadits tersebut kita ketahui, bahwa di antara sifat istri salihah adalah mentaati suami. Namun ketaatan kepada suami tidaklah berlaku secara mutlak. Ketaatan hanya dilakukan dalam hal-hal yang tidak melanggar syariat. Jika istri diperintah suami untuk melakukan tindakan yang melanggar syariat, atau melanggar kepatutan, maka perintah semacam ini tidak boleh ditaati. Rasulullah Saw bersabda:

لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (kebaikan).” HR. Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840.

Dalam hadits yang lain beliau Saw bersabda:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” HR. Ahmad 1: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan, hadits ini sahih.

Sifat inilah yang tercermin dari pernyataan yang disampaikan oleh bibinya Al-Hushain bin Mihshan kepada Nabi Saw, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Kalimat ini bermakna, sebagai istri bibinya Al-Hushain selalu mentaati perintah suaminya, selalu berbuat baik kepada suaminya, selalu taat kepada suaminya —-kecuali dalam hal yang memang ia tidak mampu.

Sikap seperti inilah yang akan menyebabkan suami menjadi jalan menuju surga. Bibinya Al-Hushain sudah mencontohkan sikap positif, bahwa beliau selalu taat kepada suami. Beliau tidak pernah mengurangi hak-hak suami. Namun sebagai manusia, ada hal-hal tertentu yang beliau tidak mampu untuk mengerjakannya. Kita semua memiliki keterbatasan dan kelemahan, maka pasti ada suatu titik dimana tidak lagi mampu melakukan sesuatu —yang diluar kesanggupan kita.

Maka, jika suami kamu benar-benar lelaki salih, ia tak akan menzalimi dirimu. Ia tak akan menyakiti dan melukaimu. Ia tak akan memerintahkan sesuatu kepadamu yang menyengsarakanmu. Ia tak akan menyuruh sesuatu kepadamu yang akan membawa beban sertakemudharatan kepadamu. Lelaki salih akan mengerti batas kemampuan istri, lelaki salih mengetahui keterbatasan istri. Maka ia akan sangat bertoleransi atas hal-hal yang tak mampu dilakukan oleh istri.

Menuju Surga Bersama Pasangan Tercinta

Di sinilah letak pentingnya saling mengerti, saling memahami, saling mendukung, saling membantu, saling merawat, saling menjaga, antara suami dan istri. Suami tak memaksakan kehendak kepada istri, pun sang istri tak memaksakan kehendak kepada suami. Mereka berdua bersama-sama berada dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul, maka akan membuat mereka saling merasa ringan dan bersemangat dalam menjalankan ketaatan tersebut.

Istri memang harus taat kepada suami, namun suami harus berlaku lembut kepada istri. Kaidah ini saling dimengerti dan dipatuhi oleh suami dan istri. Di sini akan terjadi titik keseimbangan, dan jika berhasil mencapai titik keseimbangan, maka kehidupan keluarga akan langgeng dan bahagia hingga ke surga.

 

 

 

Bandung, 29 Agustus 2019

 

 

Bahan Bacaan:

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2016

Cahyadi Takariawan, Wonderful Love, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2017

 

 

 

 

 

Cahyadi Takariawan

Cahyadi Takariawan telah menulis lebih dari 50 judul buku yang sebagian besarnya bertema keluarga. Aktivitasnya saat ini selain menulis adalah menjadi narasumber dalam berbagai seminar dan pelatihan di dalam dan luar negeri. Mendirikan Jogja Family Center (JFC) pada tahun 2000 sebagai kontribusi untuk mengokohkan keluarga Indonesia. Kini JFC bermetamorfosis menjadi Wonderful Family Institute. Beliau dapat diakses melalui Instagram @cahyadi_takariawan

Tinggalkan Balasan