Mutiara itu Bernama Kebersamaan
Oleh : Ummu Rochimah
“Ibu, suamiku diam-diam ternyata punya hubungan dengan perempuan lain. Saya kecewa bu..” sebaris kalimat terbaca dalam aplikasi chat di ponselku. Setelah itu mengalirlah cerita mengenai hubungan tanpa status antara suaminya dengan rekan kerja di kantornya.
Saat ditanya, “Seberapa sering ngobrol atau makan berdua saja dengan suami?”
Ia menjawab, “Kami sangat jarang bahkan hampir tidak pernah lagi mengobrol atau makan berdua sejak memiliki anak, karena rasanya sudah sibuk mengurus anak, mengurus rumah dan suami sibuk bekerja pula.”
Hal ini mungkin banyak terjadi pada pasangan suami istri yang sudah menjalani pernikahan selama beberapa tahun. Di awal pernikahan, suatu hal yang biasa ketika pasangan suami istri lebih banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Benar-benar merasakan arti sebuah ungkapan “dunia milik berdua”. Waktu berdua adalah waktu dimana suami dan istri dapat menghabiskan waktu hanya berdua saja.
Namun seiring waktu, dengan kesibukan suami mencari nafkah untuk keluarga, lalu bertambahnya jumlah anggota keluarga, membuat istri menjadi lebih sibuk dalam mengurus anak dan rumah tangga, belum lagi bila sang istri bekerja di luar rumah, mengakibatkan kebersamaan pasangan suami istri untuk berduaan menjadi berkurang atau bahkan menjadi sesuatu yang sangat langka.
Suatu penelitan yang dilakukan oleh Laura & Rumondor (2013) seperti dituliskan dalam sebuah artikel di psychology.binus.ac.id disebutkan bahwa, pada 65 orang individu yang sudah menikah dan berasal dari pasangan dual karir, terlihat bahwa menghabiskan waktu luang bersama pasangan dan inisiasi hubungan seksual berkontribusi terhadap 34,5% variasi kepuasan pernikahan. Artinya, 34,5% dari puas tidak nya seseorang terhadap pernikahannya ditentukan oleh seberapa banyak mereka menghabiskan waktu luang dan melakukan inisiasi untuk berhubungan seks, sementara 65,5% lagi ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Kepuasan pernikahan ini dapat berperan menentukan kebahagiaan suami dan istri, jika orangtua bahagia, maka mereka dapat menyediakan iklim keluarga yang dapat membuat anak merasa bahagia pula.
Penelitian ini mengambil sampel pasangan muda dengan usia 20 -40 tahun dengan rentang waktu pernikahan 1 – 5 tahun dan status keduanya bekerja di kota Jakarta. Mereka rata-rata menghabiskan waktu di perjalanan sekitar 45 menit jika jalanan lancar, dan sekitar 1 jam jika macet. Waktu perjalanan ditambah jam kerja kira-kira 6 – 8 jam sehari telah menghabiskan waktu kira-kira 41.67% dalam sehari, hampir separuh waktu telah habis untuk perjalanan dan pekerjaan. Kondisi ini tentu membuat waktu untuk kebersamaan mereka sebagai pasangan suami istri menjadi sesuatu yang langka. Padahal kesempatan mereka menghabiskan waktu berdua sangat penting untuk kelangsungan sebuah pernikahan.
Maka menjadi sesuatu yang penting untuk keduanya merencanakan dan mengusahakan untuk menciptakan waktu berduaan agar kebersamaan mereka tidak hilang sama sekali. Sejatinya pasangan suami istri itu harus lebih banyak menghabiskan waktu dalam kebersamaan. Makanya suami istri ituk kadang disebut sebagai pasangan hidup, artinya selama mereka masih hidup harus sebagai mana sebuah pasangan. Sepatu dikatakan berpasangan bila ada sepatu kanan dan kiri, maka ketika letak keduanya berjauhan pasti akan dicari pasangannya supaya dapat digunakan kembali.
Menghabiskan waktu berdua saja antara suami dengan istri dapat menjadi saalah satu cara untuk membangun keharmonisan dalam rumah tangga. Sebuah pernikahan dapat menjadi hambar, kering dan gersang manakala di antara suami isrti tidak lagi mempunyai waktu khusus untuk berduaan dengan pasangan. Bunga-bunga cinta lama kelamaan akan layu dan kemudian mati.
Banyak pasangan yang melupakan hal ini karena terlalu sibuk dengan rutinitas. Seorang istri seolah-olah menafsirkan bahwa hidupnya terfokus untuk mengurus anak dan memastikan rumahnya rapih, tetapi melupakan untuk memanjakan suami. Sementara, suami sibuk mencari nafkah tanpa memberikan perhatian yang cukup bagi sang istri walau sekedar menjadi pendengar.
Menjadi Teman Curhat Bagi Pasangan
Seseorang yang sudah menikah sebaiknya tidak sembarangan mencurahkan isi hatinya atau berkeluh kesah kepada orang lain, sekalipun ia adalah teman atau sahabatnya. Terlebih lagi bila teman atau sahabatnya itu merupakan lawan jenis. Karena hal ini dapat menjadi pintu masuk sebuah perselingkuhan dalam rumah tangga. Tempat terbaik untuk mencurahkan isi hati adalah kepada Allah, lalu setelah itu adalah kepada pasangan hidup, bukan yang lain.
Sebuah perselingkuhan tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba, ia adalah sebuah akibat dari suatu proses yang mungkin awalnya tidak disadari oleh keduanya. Bermula dari percakapan-percakapan ringan, atau berbalas jawab di sebuah grup chating, kemudian melakukan percakapan-percakapan secara pribadi. Ini semua adalah pintu-pintu masuk terjadinya sebuah perselingkuhan. Yang sebenarnya dapat dicegah sejak awal bila pasangan suami istri memiliki waktu khusus untuk mereka berdua.
Menjadi teman curhat bagi pasangan hidup akan menutup kesempatan pasangan curhat kepada orang lain, karena kebutuhan untuk didengar sudah terpenuhi oleh pasangannya. Itulah mengapa pasangan suami istri harus memiliki waktu khusus bagi mereka berdua, kegunaannya antara lain untuk masing-masing saling mencurahkan isi hati, unek-unek, ataupun harapan-harapannya kepada pasangan.
Ciptakan Waktu Berduaan Dengan Pasangan
Ada banyak cara dapat dilakukan untuk menciptakan kebersamaan bagi pasangan suami istri, intinya adalah kesepakatan di antara keduanya dalam membuat waktu-waktu khusus. Tidak perlu berpikir bahwa waktu khusus itu harus dilakukan dengan durasi yang lama atau berbiaya mahal. Ciptakanlah waktu-waktu itu dalam ssegala kondisi yang dimiliki, sebisa mungkin dan sesering mungkin. Bila perlu dilakukan setiap hari walau hanya dalam hitungan menit.
Di sini saya berikan beberapa ide untuk menciptakan waktu khusus bersama pasangan, misalnya :
Makan berdua di luar saat bulan purnama. Kegiatan ini dapat dilakukan sebulan sekali saat bulan purnama. Pilih tempat makan yang disukai berdua, tidak harus restoran yang mahal, kedai kaki lima pinggir jalanpun bila keduanya sepakat tak menjadi masalah. Jadikan kesempatan itu untuk saling bercerita, mengobrol ringan yang menyenangkan, jangan membahas masalah-masalah apapun yang dialami oleh keduanya. Lakukan saja obrolan-obrolan ringan walau terkesan tidak penting. Tapi sebenarnya itu justru sesuatu yang penting bagi keharmonisan sebuah rumah tangga.
Putuskan koneksi dunia maya. Teknologi komunikasi dan internet saat ini disebutkan dengan sebuah ungkapan, ‘mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat’. Hal ini tanpa terasa mengakibatkan tersitanya perhatian kepada pasangan, lebih banyak memberikan perhatian kepada gadget dari pada kepada pasangan. Maka perlu dibuat kesepakatan untuk memutus koneksi gadget demi membangun koneksi yang sejati dengan pasangan. Saat itu lakukan saja hal-hal yang sederhana, seperti bermalas-malasan dalam kamar berdua, mengobrol di teras sambil minum teh ditemani pisang goreng, atau berjalan-jalan di sekitar rumah dan duduk-duduk di taman sambil menyaksikan anak-anak bermain. Berinteraksi dan berkomunikasilah dengan sepenuh hati kepada pasangan. Tinggalkan gadget untuk sementara. Jadikan pasangan sebagai fokus utama dan nikmatilah saat-saat berduaan tersebut.
Memanfaatkan celah waktu yang ada. Bagi pasangan suami istri yang keduanya bekerja, mencari waktu untuk berduaan saja menjadi sesuatu yang sulit. Namun harus sama-sama dipahami bahwa setiap detik kebersamaan dengan pasangan menjadi begitu berharga. Maka pasangan ini harus memanfaatkan kesempatan yang ada dengan sebaik mungkin. Misalnya, saat melihat istri sibuk mencuci piring setelah makan malam, bagaimana bila suami menemani dan membantunya sambil mengobrol atau bercanda dengannya. Hal ini akan sangat disukai oleh para istri, selain beban menjadi lebih ringan, seorang istripun menjadi sangat senang karena suami mau berbesar hati membantunya dan hal ini dapat mendekatkan keduanya.
Menikmati hobi bersama. Hobi adalah suatu kegemaran, kesenangan, sesuatu yang membuat seseorang merasa “hidup”. Pasangan suami istri, bisa saja mempunyai hobi yang sama atau bisa juga berbeda. Namun tidak ada salahnya untuk keduanya melakukan hobi secara bersama-sama. Bila hobi keduanya berbeda maka lakukan secara bergantian, sepakati bersama siapa lebih dahulu mengikuti hobi pasangan dan lalukan sebaliknya. Dari sini akan dapat melatih keduanya untuk bertoleransi terhadap kegemaran pasangan yang kadangkala sering dituding menjadi “perebut perhatian dan waktu” satu sama lain.
Berapapun usia pernikahan, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan suami istri. Mulailah dengan sesuatu yang mudah dilakukan untuk membangun kebersamaan dengan menciptakan waktu-waktu khusus berdua. Singkirkan rasa malu dan enggan untuk membangun kemesraan dan keharmonisan rumah tangga. Karena keberhasilan sebuah rumah tangga antara lain dapat disebabkan oleh seberapa banyak waktu yang dimiliki oleh suami istri untuk menghabiskan waktu bersama. Lakukan secara konsisten, setiap hari walau hanya selama 15 menit dalam sehari, maka waktu untuk berduaan akan hadir seiring dengan ketulusan hati masing-masing untuk secara penuh menjadikan pasangannya sebagai fokus utama.
Kebersamaan yang dibangun setiap hari akan menjadi tabungan untuk tetap bersama hingga akhirnya jika Allah izinkan dapat menua bersama.