Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak, Perlu Usaha Sistematis

Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak, Perlu Usaha Sistematis

.

Oleh: Sujono Marta Syuhada –Direktur Jogja Family Center (JFC)

Hari Ayah Nasional sudah sepekan berlalu, sejak 12 November 2023 lalu. Hari Ahad ini (19/11/2023) saya mendampingi Mba Salma Kartika Syahidah dalam Outbond TKIT Ar Raihan Piyungan Bantul di Desa Wisata Grogol Sleman.

Sudah jamak bagi anak-anak sekolah. Waktu piknik adalah momen yang dinanti-nanti oleh mereka. Menjadi hari di mana anak sangat mudah dibangunkan dipagi hari, bangun dengan lebih semangat dan ceria melebihi hari-hari biasa yang kadang ogah-ogahan.

Begitu pula Mba Salma, sangat antusias menyikapi rencana piknik hari ini. Bahkan sejak sebulan sebelumnya seringkali memastikan kepada ayah.

“Ayah nanti jadi lho ya menemani Salma Outbond, kata Bu Guru kita berangkatnya pagi-pagi sekali lho Ayah, jam 06.30 harus sudah berkumpul di lokasi keberangkatan,” ujar Salma.

Di sisi lain, istri saya selalu mengingatkan, dengan ungkapan yang terlalu teknis.

“Ingat lho Ayah, 19 November Outbond sama Salama. Ayah sudah dibuatkan kaos seragam orang tua, sudah didaftarkan dengan kaos ukuran XL, potongan pendek buat bapak-bapak. Kalau nanti tiba-tiba nggak bisa, Ibu nggak mau menggantikan pakai kaos bapak-bapak,” ujar istri saya.

“Insya Allah, ya Mba Salma, ya Bu. Nanti kegiatan ayah yang biasanya padat diakhir pekan bersama teman-teman insya Allah ditunda atau digeser dahulu. Atau ayah izin dahulu. Beres, insya Allah,” jawab saya.

Mba Salma mandi lebih pagi masih gelap dan bersegera memakai seragam outbond lalu melendoti Ayah sembari berkata bernada khawatir, “Ayo Yah, kita berangkat. Buruan, mbok ketinggalan rombongan bis lho, Yah. Kata Bu Guru kita Bis nomor 11 Ayah, nanti jangan sampai keliru naik, ya.”

“Ayok, tapi ini masih jam 5, Mba Salma. Kita juga belum sarapan. Sarapan dulu dong, biar kuat dan nggak lemes. Tuh, sudah dimasakin omlet kobis sama Ibu. Baunya harum sekali,” jawab saya.

Singkat cerita, Mba Salma semakin antusias berangkat Out Bond karena dipastikan akan jadi dibersamai Ayah. Apalagi hari-hari sebelumnya juga seringkali perhatian ayah lebih tercurah ke adik-adiknya, yaitu Ilma, Rumaisha dan dedek bayi Zulfa. Salma sering tampak cemburu.

Alhamdulillah, dari 200 wali murid ada 8 orang ayah yang mendampingi anandanya. Selebihnya Ibu-Ibu. Fenomena seperti ini memang sudah umum di masyarakat kita. Menandakan peran ayah dalam pengasuhan anak meskipun sudah menjadi tema-tema program edukasi masyarakat yang makin menguat, namun secara implementasi masih belum cukup masif dan seringkali terlihat lebih karena berbagai alasan teknis pada orang tua.

Dampak Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak

Perlu usaha secara sistematis untuk meningkatkannya, terutama di lingkungan keluarga, yakni dorongan dari sang Ibu. Seperti penuturan para ahli, bahwa keyakinan ibu terhadap pengasuhan oleh ayah, kepuasan perkawinan, konflik pekerjaan – keluarga merupakan dukungan sosial dan stres yang telah ditemukan mempengaruhi keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

Pada umumnya, keyakinan wanita tentang bagaimana seharusnya keterlibatan pasangannya dalam pengasuhan berhubungan dengan keterlibatan pria (Lamb, dkk dalam Jacobs & Kelley, 2006)

Hal senada juga diungkap oleh Doherty, dkk, (1998) bahwa di antara faktor-faktor yang mempengaruhi pengasuhan oleh ayah, peran ibu merupakan pengaruh yang menonjol karena ibu merupakan partner dan kadang berfungsi sebagai pemantau/pengawas dalam hubungan ayah-anak.

Adanya perasaan sebagai seorang ibu pada ayah, hal ini mempengaruhi hubungan coparental. Ada bukti juga bahwa dengan di dalamnya ada kepuasan hubungan perkawinan, keterlibatan ayah dengan anaknya terutama anak yang masih belia (young children), seringkali bersamaan dengan sikap ibu terhadap ayah, pengharapan terhadap ayah, dan dukungan terhadap ayah.

Saking banyaknya hasil penelitian yang menemukan kuatnya hubungan keterlibatan Ayah dalam pengasuhan dengan kualitas pertumbuhan dan perkembangan. Sayangnya hal ini masih dipandang terlalu merepotkan dan menyita waktu. Padahal pun terasa teknis, namun adalah teknis yang sekaligus sangat substantif.

Satu saja dari puluhan hasil penelitian yang hasilnya senada menyatakan bahwa perkembangan kognitif, kompetensi sosial dari anak-anal sejak dini dipengaruhi oleh kelekatan, hubungan emosional serta ketersediaan sumber daya yang diberikan oleh ayah (Hernandez & Brown, 2002).

Kita dapat menduga kuat bahwa kerepotan orang tua yang luar biasa hari ini, yang diakibatkan karena meledaknya kasus-kasus kenakalan sosial anak Remaja yang di luar jangkauan orang tuanya, jangan-jangan adalah buah dari para Ayah yang tidak mau repot terlibat mengasuh anak sejak usia dini.

Fenomena generasi muda yang mudah termakan hoax, mudah terbawa arus negatif, dan sangat emosional menyikapi informasi jangan-jangan juga akibat tidak maksimalnya perkembangan kognitif sejak usia dini.

Anak remaja kita menjadi kesulitan membedakan mana yang tindakan logis dan tidak logis, benar dan salah, baik dan buruk, memetakan prioritas, mengukur dampak positif dan negatif dan sebagainya dalam sikap dan tindakan. Itu semua jangan jangan karena ketiadaan Ayah dalam pengasuhan anak semenjak usia dini.

Proses Pendidikan di Sepanjang Perjalanan

Sabtu pagi kemarin (18/11/2023), saya berkesempatan sarapan pagi di sebuah warung soto dengan anak sulung dan adiknya, Mba Asri (11th) dan Mba Titih (10th). Usiamereka berdua hampir memasuki gerbang remaja. Asri menunjukkan sesuatu sembari bertanya.

“Ayah itu kok ada embak-embak sudah besar, kayak anak SMP tetapi memakai kerudung cuma sa-umprit, malah rambut dan lehernya masih kelihatan. Kalau aku sangat malu, di tempat umum terlihat auratnya, meskipun cuma rambutnya. Kenapa dengan embak-embak itu ya Ayah?” tanya Asri.

“Jadi begini Mba Asri dan Mba Titih”, saya berusaha menjawab dengan hati-hati. “Orang memakai kerudung itu ada berbagai alasan. Ada yang sebatas biar ikut trend dan atau mempercantik bentuk wajah. Ada yang karena paksaan lingkungan, misal karena sekolah di sekolah Islam”, jawab saya.

“Seharusnya seorang wanita yang menutup aurat dengan mengenakan kerudung adalah karena kesadaran menjalankan perintah Allah dan mengerjakaannya adalah sebuah jalan kemuliaan dan akan berbuah pahala terbaik yaitu kasih sayang Allah di surga-Nya kelak. Dan, meninggalkannya adalah sebuah dosa”, lanjut saya.

“Mereka yang memakai kerudung sebatas alasan materi, akan dengan mudah menanggalkannya sewaktu-waktu ketika ada tawaran materi juga. Misalnya dengan mudah menanggalkan kerudung karena dijanjikan oleh seseorang akan diberi iPhone atau mobil mewah, na’udzubillah”.

“Mereka yang memakai kerudung karena kesadaran, karena cinta kepada Allah dan ajaran Islam, yakin bahwa inilah jalan kemuliaan dan berbuah pahala Surga, tidak akan menukarnya dengan uang dan benda semahal apapun. Karena yakin bahwa pahala di sisi Allah jauh lebih baik ketimbang imbalan dari makhluk”, sambung saya.

Mereka berdua memperhatikan dengan seksama.

“Mba Asri dan Mba Titih mau tidak kalau ada yang menawari handphone atau mobil mahal di tengah sekarang tidak punya handphone dan mobil dengan syarat harus membuka aurat?” tanya saya.

“Tidak mau Ayah,” jawab Asri dan Titih tegas.

“Masya Allah, ayah merasa gembira dan bangga dengan kalian, nak. Karena pikiran dan hati kalian sudah dapat menangkap substansi serta makna dari apa yang kalian kerjakan”, jawab saya.

Teringat Surah Luqman ayat 17. Betapa indahnya bagi seorang ayah jika berkesempatan mendiskusikan serta mentadaburinya bersama anaknya yang mulai menginjak usia akil baligh.

يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. Luqman [31]: 17).

Semoga Allah senantiasa membimbing keluarga kita kepada keridhaan-Nya. Aamiin.

ruangkeluarga

Tinggalkan Balasan