Suami Istri Harus Mengerti 8 Hak Berikut Ini

Suami Istri Harus Mengerti 8 Hak Berikut Ini

Oleh : Cahyadi Takariawan

Dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri masing-masing memiliki hak dari pasangannya, yang menjadi kewajiban bagi pasangan untuk menunaikannya. Sebagai pasangan, mereka berdua adalah belahan jiwa, soulmate atau garwo (sigaraning nyowo, Jawa), yang menandakan keduanya tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Suami istri sudah menjadi satu kesatuan jiwa, yang diikat oleh akad yang sangat kuat, maka dalam menjalani kehidupan berumah tangga harus saling menguatkan dan saling menjaga kebersamaan. Mereka berdua menjadi pasangan setia yang melewati hari-hari dalam kebersamaan yang ,elegakan dan membahagiakan. Tidak saling melukai, tidak saling menyakiti, tidak saling mengkhianati.

8 Hak Bersama antar Suami dan Istri

Paling tidak ada 8 (delapan) hak yang dimiliki oleh suami dan istri, dan menjadi kewajiban pasangan untuk merealisasikan. Suami dan istri harus bergandengan tangan, bekerja sama dalam menunaikan hak dan kewajiban terhadap pasangan. Dr. Abu Al-Hamed Rabee’ dalam kitab “Bait Al-Muslim Al-Qudwah” memberikan penjelasan, bahwa masing-masing dari suami dan istri memiliki hak dari pasangannya sebagai berikut:

1. Hak Memperoleh Kelembutan

Allah telah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut” (QS. An Nisa’ : 19). Dalam tafsir Al Manar dijelaskan, “Wajib bagi kalian wahai orang-orang beriman untuk memperbagus pergaulan dengan istri kalian, dengan cara mendampingi mereka secara patut seperti yang kalian kenal dan kalian mengerti tabiatnya. Tidak seorangpun boleh mengingkari baik secara syar’i, adat maupun kesan”.

Suami dan istri harus bersikap lembut, tidak kasar, tidak membentak, tidak melakukan kekerasan fisik maupun psikis. Keduanya berinteraksi dengan cara yang menyenangkan pasangan. Nabi Saw bersabda, “Urfuq bil qawarir, bersikap lembutlah kepada kaca-kaca”. Hadits Riwayat Imam Bukhari V/2294 no 5856, Imam Muslim IV/1811 no 2323, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra VI/135 no 10326.

Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan, “Al-Qawarir adalah bentuk jamak dari kata tunggal qarurah yang artinya kaca. Perempuan disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridha menjadi tidak ridha, dan tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran) sebagaimana dengan kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan”.

Hal ini juga berlaku bagi istri, mereka tidak boleh berlaku kasar terhadap suami. Istri harus memuliakan, menghormati dan mentaati suami. Sebagaimana suami harus memuliakan, menghormati dan membimbing istri dengan kelembutan.

2. Hak Mendapatkan Kasih Sayang

Suami dan istri hendaklah saling memberikan cinta dan kasih sayang kepada pasangannya, agar bisa mendapatkan rasa sakinah, mawaddah wa rahmah. Janganlah mencari-cari kekurangan pasangan, sebagaimana firman Allah, “Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An Nisa’ : 19).

Suami dan istri adalah pasangan hidup, belahan jiwa, soulmate, yang saling mencintai dan mengasihi. Maka jangan saling membenci dan memarahi pasangan. Rasulullah saw bersabda, “Jangan seorang lelaki beriman memarahi seorang perempuan beriman, jika ia tidak menyukai satu akhlak, insyaallah ia akan senang dengan akhlak yang lainnya” (Riwayat Muslim). Curahkan kasih sayang agar suasana keluarga selalu diliputi kebahagiaan.

Keluarga akan kering dan gersang jika hanya mengandalkan penunaian hak dan kewajiban nafkah serta pekerjaan. Namun jika saling mencintai dan mengasihi, keluarga akan tetap terjaga keharmonisan dan kebahagiaannya. Sebagaimana diketahui, hidup berumah tangga adalah ibadah dalam rentang waktu yang sangat panjang. Maka harus bisa dinikmati bersama oleh suami dan istri. Cara menikmatinya, dengan saling mencintai dan mengasihi.

3. Hak Mendapatkan Anak

Di antara tujuan berumah tangga adalah mendapatkan keturunan. Ini adalah tujuan yang sangat mulia dan sangat asasi dalam sebuah pernikahan. Keturunan manusia dan peradaban kemanusiaan akan tetap terjaga dengan keturunan. Oleh karena itu, suami dan istri harus saling bekerja sama dalam mewujudkan keturunan yang salih dan salihah. Rasulullah saw bersabda, “Nikahilah wanita yang penuh cinta kasih dan banyak anak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kalian di hari kiamat” (Hadits Riwayat An Nasa’i).

Bahkan anak menjadi salah satu pengikat cinta kasih dalam pernikahan. Suami dan istri semakin besar perasaan cinta dan kasih sayang di antara mereka, setelah ada anak. Ketika istri hamil, suami wajib memberikan dukungan yang diperlukan demi menjaga kesehatan, keselamatan dan kenyamanan ibu dan janin. Demikian pula istri wajib menjaga dan merawat kehamilan sebaik-baiknya hingga bisa melahirkan anak-anak untuk dididik dan didampingi hingga mereka dewasa kelak.

4. Hak Mendapat Kepercayaan dan Baik Sangka

Suami dan istri harus saling percaya dan berprasangka baik kepada pasangannya. Jangan menyimpan rasa curiga, buruk sangka, tuduhan dusta serta berbagai perasaan negatif kepada pasangan. Nabi Saw mengarahkan pasangan suami istri agar selalu menjaga kepercayaan satu dengan yang lainnya, tidak saling mencurigai, tidak saling memata-matai, tidak saling mengkhianati.

Suatu ketika, seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw seraya berkata, “Sesungguhnya istriku melahirkan seorang anak berkulit hitam, maka aku mengingkarinya”.

“Apakah engkau mempunyai unta?” tanya Nabi Saw.

“Ya”, jawab Badui.

“Apa warnanya?” tanya Nabi Saw.

“Merah”, jawab Badui.

“Menurutmu dari mana asal warna merahnya?” tanya Nabi Saw.

“Ya Rasulallah, itu mungkin keringatnya yang mencabut warna abu-abu”, jawab Badui.

“Atau mungkin ini keringat yang mencabut satu helai saja”, jawab Nabi Saw (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Arahan Nabi Saw tersebut untuk menghindarkan persangkaan buruk dari suami terhadap istrinya, ketika melihat anak yang dilahirkan tidak ada kemiripan dengan dirinya. Semua pintu prasangka buruk terhadap pasangan harus ditutup.

5. Bersama dalam Suka dan Duka

Suami dan istri harus saling bersama dalam suka dan duka, bersama dalam menghadapi berbagai suasana. Oleh karena itu, saat mencari calon pasangan hidup, harus mempertimbangkan faktor kesediaan untuk bersama-sama melewati suka dan duka. Mencari teman untuk bersenang-senang itu gampang, namun mencari teman untuk melewati kedukaan belum tentu semua orang memiliki kesanggupan.

Suasana kebersamaan (bonding) yang kuat dalam pernikahan, sudah dicontohkan oleh Nabi Saw. Suatu ketika Nabi Saw merintih sementara Aisyah ada di sampingnya. Aisyah bertanya, “Apa yang engkau alami ya Rasulallah?” (Riwayat Ahmad). Hal ini menandakan kebersamaan yang kuat antara Nabi dengan istri beliau dalam berbagai suasana. Suka dan duka dilewati bersama.

Nabi Saw memberikan contoh kebersamaan antara suami dan istri. Kadang beliau bercengkerama berdua dengan Aisyah, bercerita dan sekaligus mendidik istrinya. Dalam kitab Fathul Bari dikisahkan bahwa Nabi Saw pernah berbincang dengan A’isyah tentang sejarah pembangunan Ka’bah. Ini menandakan kebersamaan Nabi Saw dan para istri dalam berbagai situasi dan kondisi.

6. Hak Berhias

Menyukai keindahan adalah fitrah manusia. Untuk itu suami dan istri hendaknya saling berhias untuk pasangannya. Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Anas, pakaian apakah yang paling disenangi oleh Rasulullah Saw. Anas menjawab, hibrah”. Al Qurthubi menjelaskan, “Dinamakan hibrah karena ia biasa digunakan untuk berhias”. Hal ini menunjukkan Nabi Saw telah mencontohkan berhias, baik ketika di dalam rumah bersama istri beliau maupun ketika bersama para sahabat beliau.

Suami dan istri hendaklah tampil dengan menarik dan menyenangkan hati pasangan. Jangan menjadi suami atau istri yang menyebalkan pasangan, karena penampilan yang acak-acakan, atau tubuh serta pakaian yang bau tidak menyenangkan. Tampillah dengan rapi, wangi, segar dan menyenangkan pasangan, dengan cara itu suami dan istri akan bisa bermesra-mesraan dan berdekatan tanpa ada jarak lagi di antara mereka. Interaksi yang intim tanpa batas, bisa terjadi apabila suami dan istri dalam kondisi yang bersih, wangi, dan rapi.

7. Hak Bersenang-senang dan Kenikmatan Seksual

Hendaknya suami dan istri saling memberikan kesenangan kepada pasangan. Kehidupan berumah tangga jangan menjadi sesuatu hal yang menegangkan atau menakutkan, namun harus bisa diniklmati keindahannya oleh suami dan istri serta anak-anak. Buatlah suasana yang menyenangkan setiap hari.

Ada banyak bentuk kegiatan bersenang-senang antara suami dan istri. Nabi Saw pernah melakukan lomba lari dengan A’isyah. Nabi Saw biasa mengajak istri dalam perjalanan. Umar bin Khathab pernah berkata, “Hendaklah seorang suami ketika bersama keluarganya seperti anak kecil”. Ini adalah contoh bagaimana Nabi Saw dan Aisyah melakukan kesenangan yang halal.

Salah satu bentuk bersenang-senang antara suami dan istri adalah kesenangan seksual. Dalam hubungan seksual, harus bisa dinikmati bersama-sama oleh suami dan istri. Para suami harus melakukan berbagai usaha untuk memberikan kenikmatan seksual kepada istri, demikian pula sebaliknya. Sifat seksual laki-laki sangat berbeda dengan perempuan, oleh karena itu kedua belah pihak harus saling memahami untuk bisa mendapatkan kenikmatan bersama-sama.

Dalam kitab Zaadul Ma’aad dijelaskan, “Rasulullah Saw melarang bersetubuh sebelum melakukan cumbuan”. Imam Al Ghazali menjelaskan, “Maka janganlah suami sibuk sendiri tanpa mempedulikan hajat istrinya, karena mungkin istrinya merasa malu”. Ada berbagai macam cara untuk membuat istri menjadi siap mendapatkan kenikmatan seksual. Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Muqaddimah yang harus dilakukan ketika jima’ adalah bermain-main dengan istri, memeluknya dan mengisap lidahnya”.

8. Hak Kecemburuan

Cemburu adalah tanda cinta, selama bersifat proporsional. Nabi Saw pernah bersabda, “Di antara tanda cemburu itu ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun cemburu yang dicintai Allah adalah cembuiru karena rasa waspada. Sedangkan cemburu yang dibenci Allah adalah yang bukan karena waspada”  (Riwayat Abu Dawud).

Nabi Saw sangat memperhatikan perasaan kecemburuan. Imam Bukhari meriwayatkan dalam bab “Pembelaan Ayah terhadap Anaknya dalam Hal Kecemburuan dan Keadilan”, kisah Ali Ra yang melamar anak gadis Abu Jahal. Fathimah menghadap Nabi Saw dan berkata, “Kaummu mengatakan bahwa engkau tidak marah kepada anak perempuanmu. Lihatlah Ali menikahi anak perempuan Abu Jahal”. Nabi Saw bersabda, “Aku merasa cemburu apa yang membuatnya cemburu, dan merasa tersakiti jika ia tersakiti”.

Dalam riwayat itu tampak ada kecemburuan Fathimah terhadap Ali, dan ternyata kecemburuan Fathimah dikuatkan oleh Nabi Saw. Hal ini menandakan, sifat cemburu adalah hak bagi suami dan istri. Justru dengan adanya cemburu inilah cinta bisa selalu dipertahankan.

Referensi :

Cahyadi Takariawan, Wonderful Love, Era Adiccitra Intermedia, Solo, 2018

Dr. Abu Al-Hamed Rabee’, Membumikan Harapan Keluarga Islam Teladan, Penerbit LK3I, Jakarta, 2011

ruangkeluarga

Tinggalkan Balasan